Asumsi: bangsa-bangsa selalu mengejar kepentingan
yang didefinisikan sebagai power (struggle for power) di dalam suatu sistem
internasional yang anarkis sehingga harus selalu waspada terhadap ancaman dunia
dengan mendasarkan pada kekuatan sendiri (self-help).
Fungsi perimbangan kekuatan:
- Mempertahankan eksistensi, otonomi,
pengejaran kepentingan: negara-negara akan berusaha agar tidak jatuh dalam
dominasi negara/bangsa lain
- Mencegah munculnya negara atau koalisi
negara yang jauh labih besar
Dalam perimbangan kekuatan, terdapat konsep
balancer atau penyeimbang (dulu dilakukan oleh Inggris). Jika terdapat
tanda-tanda dominasi harus segera menciptakan perimbangan kekuatan, misalnya
dengan cara:
- Aliansi
- Masing-masing meningkatkan persenjataan
(kekuatan)
- Konsensi, yaitu berjanji memberikan imbalan
dengan harapan pihak lawan tidak melakukan sesuatu yang mengancam
- Kompensasi, yaitu memberikan ganti rugi
- Kebijakan memecah belah (divide and rule),
yaitu mengisolasi negara yang memiliki potensi bahaya untuk melemahkannya.
Terdapat dua jenis negara dalam perimbangan
kekuatan, ditambahkan satu oleh Morgenthau sehingga menjadi tiga, yaitu:
- Negara yang berusaha mengubah perimbangan
yang ada (revisionis)
- Negara yang
berusaha mempertahankannya (status quo)
- Balancer, yaitu negara yang memiliki
kemampuan untuk berpindah dukungan di antara negara-negara yang saling
bertentangan. Keberpihakannya menentukan hasil akhir perimbangan kekuatan.
Biasanya balancer berpihak ke negara atau koalisi negara yang lebih lemah.
Menurut Morgenthau, perimbanga kekuatan klasik tidak lagi relevan pada
masa pasca-Perang Dingin, karena:
- Sistem perimbangan kekuatan tidak akan
berjalan jika terdiri dari satu raksasa (negara besar) dan kumpulan
orang-orang cebol (negara-negara kecil atau negara besar yang telah
terpecah-pecah).
- Bangsa-bangsa sudah tidak dapat berpindah
aliansi karena Uni Soviet sudah tidak ada.
- Saat ini negara-negara tidak siap berperang
karena ancaman daya hancur yang luar biasa dari senjata nuklir, yang dapat
menghancurkan diri sendiri.
- Tidak ada balancer lagi
- Karena adanya nasionalisme, perang menjadi
tidak terbatas
- Pada saat ini, perang bukanlah salah satu
cara penyelesaian konflik dan tidak lagi diterima sebagai salah satu
mekanisme untuk mempertahankan perimbangan kekuatan sebagaimana halnya
dulu.
Pada masa Morgenthau, aliansi bersifat kaku
karena bersifat ideologis. Ideologi mengacaukan perhitungan rasional sehingga
persekutuan tidak luwes. Pada masa sekarang, yang penting bukan ideologi karena
terdapat kesalingtergantungan, misalnya dalam bidang ekonomi, lingkungan hidup,
dll. Namun, power tetap menjadi perhitungan utama dan mendasar.
Sifat politik luar negeri adalah tidak pasti
sehingga negara dapat melakukan salah perhitungan.
Perimbangan kekuatan Kaplan dalam kaitannya
dengan sistem internasional:
- Sistem perimbangan kekuatan: harus ada
minimal lima aktor nagara esensial dan tidak ada pemerintahan. Karena
dengan sifat yang anarkis, negara akan dapat mengatur diri sendiri
sedemikan rupa.
- Sistem bipolar longgar: ada dua blok besar,
beberapa negara nonblok, dan beberapa aktor universal (misalnya PBB)
- Sistem bipolar ketat: hanya ada dua blok
besar negara adidaya dan negara-negara di dunia hanya masih ke dua blok
tersebut.
- Sistem internasional universal: terdapat
pemerintahan dunia yang bersifat federalis, namun keputusan yang penting
tetap berada di tangan pemerintahan nasional (negara)
- Sistem internasional hirarkis: tidak ada
lagi pemerintahan nasional, kalaupun ada tunduk sepenuhnya pada
pemerintahan atau wewenang internasional
- Sistem veto-unit: setiap anggota memiliki
senjata untuk menghancurkan negara lain melalui hak vetonya (misal dalam
DK PBB)
Nomor 1, 2,3, dan 6 menurut Kaplan adalah sistem
dunia Hobbesian.
Menurut Kenneth Waltz dan Modelsky, sistem
internasional pada saat ini masih bipolar dengan menekankan pada kekuatan
militer dan ekonomi. Diukur dari kepemilikan senjata nuklir yang terletak pada
dua negara adidaya, yang jumlahnya melebihi gabungan senjata nuklir seluruh
negara di dunia, juga dari porsi pembelanjaan militernya.
Menurut Deutsch, dan David Singer, dunia mengarah
pada multipolarisme karena adanya berbagai pusat kekuatan (militer, ekonomi) di
mana mereka mampu menerapkan srategi deterrance sehingga dapat kembali kepada
perimbangan kekuatan klasik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar