Sabtu, 13 Oktober 2012

FUNGSI DAN CARA MENCIPTAKAN PERIMBANGAN KEKUATAN


Asumsi: bangsa-bangsa selalu mengejar kepentingan yang didefinisikan sebagai power (struggle for power) di dalam suatu sistem internasional yang anarkis sehingga harus selalu waspada terhadap ancaman dunia dengan mendasarkan pada kekuatan sendiri (self-help).

Fungsi perimbangan kekuatan:
  • Mempertahankan eksistensi, otonomi, pengejaran kepentingan: negara-negara akan berusaha agar tidak jatuh dalam dominasi negara/bangsa lain
  • Mencegah munculnya negara atau koalisi negara yang jauh labih besar

Dalam perimbangan kekuatan, terdapat konsep balancer atau penyeimbang (dulu dilakukan oleh Inggris). Jika terdapat tanda-tanda dominasi harus segera menciptakan perimbangan kekuatan, misalnya dengan cara:
  1. Aliansi
  2. Masing-masing meningkatkan persenjataan (kekuatan)
  3. Konsensi, yaitu berjanji memberikan imbalan dengan harapan pihak lawan tidak melakukan sesuatu yang mengancam
  4. Kompensasi, yaitu memberikan ganti rugi
  5. Kebijakan memecah belah (divide and rule), yaitu mengisolasi negara yang memiliki potensi bahaya untuk melemahkannya.

Terdapat dua jenis negara dalam perimbangan kekuatan, ditambahkan satu oleh Morgenthau sehingga menjadi tiga, yaitu:
  1. Negara yang berusaha mengubah perimbangan yang ada (revisionis)
  2. Negara yang  berusaha mempertahankannya (status quo)
  3. Balancer, yaitu negara yang memiliki kemampuan untuk berpindah dukungan di antara negara-negara yang saling bertentangan. Keberpihakannya menentukan hasil akhir perimbangan kekuatan. Biasanya balancer berpihak ke negara atau koalisi negara yang lebih lemah.

Menurut Morgenthau, perimbanga kekuatan klasik tidak lagi relevan pada masa pasca-Perang Dingin, karena:

  1. Sistem perimbangan kekuatan tidak akan berjalan jika terdiri dari satu raksasa (negara besar) dan kumpulan orang-orang cebol (negara-negara kecil atau negara besar yang telah terpecah-pecah).
  2. Bangsa-bangsa sudah tidak dapat berpindah aliansi karena Uni Soviet sudah tidak ada.
  3. Saat ini negara-negara tidak siap berperang karena ancaman daya hancur yang luar biasa dari senjata nuklir, yang dapat menghancurkan diri sendiri.
  4. Tidak ada balancer lagi
  5. Karena adanya nasionalisme, perang menjadi tidak terbatas
  6. Pada saat ini, perang bukanlah salah satu cara penyelesaian konflik dan tidak lagi diterima sebagai salah satu mekanisme untuk mempertahankan perimbangan kekuatan sebagaimana halnya dulu.

Pada masa Morgenthau, aliansi bersifat kaku karena bersifat ideologis. Ideologi mengacaukan perhitungan rasional sehingga persekutuan tidak luwes. Pada masa sekarang, yang penting bukan ideologi karena terdapat kesalingtergantungan, misalnya dalam bidang ekonomi, lingkungan hidup, dll. Namun, power tetap menjadi perhitungan utama dan mendasar.

Sifat politik luar negeri adalah tidak pasti sehingga negara dapat melakukan salah perhitungan.

Perimbangan kekuatan Kaplan dalam kaitannya dengan sistem internasional:

  1. Sistem perimbangan kekuatan: harus ada minimal lima aktor nagara esensial dan tidak ada pemerintahan. Karena dengan sifat yang anarkis, negara akan dapat mengatur diri sendiri sedemikan rupa.
  2. Sistem bipolar longgar: ada dua blok besar, beberapa negara nonblok, dan beberapa aktor universal (misalnya PBB)
  3. Sistem bipolar ketat: hanya ada dua blok besar negara adidaya dan negara-negara di dunia hanya masih ke dua blok tersebut.
  4. Sistem internasional universal: terdapat pemerintahan dunia yang bersifat federalis, namun keputusan yang penting tetap berada di tangan pemerintahan nasional (negara)
  5. Sistem internasional hirarkis: tidak ada lagi pemerintahan nasional, kalaupun ada tunduk sepenuhnya pada pemerintahan atau wewenang internasional
  6. Sistem veto-unit: setiap anggota memiliki senjata untuk menghancurkan negara lain melalui hak vetonya (misal dalam DK PBB)

Nomor 1, 2,3, dan 6 menurut Kaplan adalah sistem dunia Hobbesian.

Menurut Kenneth Waltz dan Modelsky, sistem internasional pada saat ini masih bipolar dengan menekankan pada kekuatan militer dan ekonomi. Diukur dari kepemilikan senjata nuklir yang terletak pada dua negara adidaya, yang jumlahnya melebihi gabungan senjata nuklir seluruh negara di dunia, juga dari porsi pembelanjaan militernya.

Menurut Deutsch, dan David Singer, dunia mengarah pada multipolarisme karena adanya berbagai pusat kekuatan (militer, ekonomi) di mana mereka mampu menerapkan srategi deterrance sehingga dapat kembali kepada perimbangan kekuatan klasik. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar