Sabtu, 13 Oktober 2012

Peace Studies Paper


Realisme
Demokrasi dan pasar bebas merupakan buah dari pemikiran liberal dalam mengupayakan sebuah jalan menuju terciptanya perdamaian abadi (perpetual peace), Imanuel Kant dalam pemikirannya menyebutkan bahwa perdamaian merupakan sesuatu yang tidak alami melainkan sesuatu yang di usahakan melalui usaha manusia, Ia juga optimis akan perdamaian abadi karena manusia memiliki akal sehat (reason) untuk memikirkan berbagai hal dalam mencapai perdamaian abadi seperti yang telah disebutkan di atas yaitu demokratitasi negara-negara di dunia dan pasar bebas.
Immanuel kant, melalui pengamatannya berargument bahwa negara demokrasi tidak berperang dengan negara demokrasi lainnya yang didasarkan atas elemen penting yang secara sistematis telah dijelaskan oleh Michael Doyle (1983;1986). Pertama adalah keberadaan dari negara-negara demokrasi liberal semata yang budaya politik domestiknya berdasarkan pada penyelesaian konflik secara damai.
Negara demokrasi mendukung hubungan internasional yang damai sebab pemerintahan yang demokratis dkendalikan oleh warga negaranya, yang tidak akan menyarankan atau mendukung peperangan dengan negara demokrasi lainnya. Elemen kedua adalah bahwa negara-negara demokrasi memegang nilai-nilai moral bersama yang mengarah pada pembentukan apa yang disebut oleh Kant “persatuan yang damai”. Akhirnya, perdamaian di antara negara-negara demokrasi diperkuat melalui kerjasama ekonomi dan saling ketergantungan (interdependensi), termasuk di dalamnya keuntungan bersama dan timbal balik bagi mereka yang terlibat dalam perdagangan dan kerjasama ekonomi internasional. (Rober Jackson dan George Sorensen 2005: 159-161)
Penjelasan di atas merupakan sedikit dari pemikiran kaum Liberal, marilah kita alihkan pikiran kita menuju pada hal-hal faktual yang sedang terjadi di dunia internasional saat ini apakah sudah berjalan sesuai dengan argument kaum liberal? khusunya pemikiran Imanuel Kant menyangkut akal sehat manusia (reason) dan demokrasi.
Berikut adalah sebagai bahan perbandingan yang berdasar atas filosofi tak terbantahkan dari kaum Realis. (Thucydides, Machiavelli, Hobbes).
  1. Sifat Manusia dan Akal Sehat
Berbicara mengenai demokrasi adalah berbicara mengenai kebebasan individu dalam berbagai hal, termasuk di dalamnya adalah perdagangan bebas yang saat ini sedang terjadi dalam negara-negara modern.
Manusia dan akal sehatnya sama sekali tidak dapat menciptakan kedamaian karena dalam pemikiran Realis manusia atau individu dicirikan sebagai makhluk yang selalu cemas akan keselamatan dirinya dalam hubungannya dengan yang lain, ingin mengendalikan segala sesuatu, tidak ingin diambil keuntungannya dan secara terus menerus berjuang untuk mendapatkan ‘yang terkuat’ dalam hubungannya dengan yang lain. Kemudian hal inilah yang terus dibawa oleh individu ke dalam level kelompok, organsasi, hingga level kehidupan bernegara.
Hans J Morgenthau… “Anda telah salah memahami politik sebab anda telah salah memperkirakan sifat manusia” (Waltz 1959: 40).
  1. Pasar Bebas
kaum Liberal dan kerjasama internasional dalam bentuk pasar bebas tidak dapat menghilangkan struktur sistem internasional yang anarkhi, kaum liberal telah mangabaikan sesuatu yang disebut oleh kaum Realis sebagai keuntungan relative (relative gain) yaitu kerjasama yang lebih menguntungkan bagi salah satu negara. Karena ketika negara-negara bekerjasama melalui institusi, mereka masih melakukannya atas dasar kepentingan sendiri dan selalu mengarah pada menolong serta memelihara dirinya sendiri yang tidak satupun negara lain akan melakukuan untuknya kecuali dirinya sendiri.
Yang harus dan patut diketahui adalah tidak ada satupun aliran-aliran dari liberalis dapat melakukan penipuan terhadap argument Realis. Sepanjang anarkhi berlaku, tidak ada alasan bagi negara untuk  melepaskan diri dari menolong dirinya sendiri (self-help) dan dilemma keamanan (security dilemma).
3.      Eksistensi Realis
Lihatlah bagaimana realis menjawab klaim endisme yang paling ekstrim yaitu sebuah frase yang diajukan oleh Francis Fukuyama tentang berakhirnya sejarah, serta pedamaian yang terjadi antar Negara-negara demokratis, dengan pola pikir bahwa politik internasional akan berjalan relative aman dan damai tanpa dikejutkan lagi oleh tragedy kemanusiaan yang diakibatkan oleh perang. Realism menjadi teori usang dan bagi siapapun yang berpikir poitik internasional masih tetap anarkis setelah perang dingin berlangsung adalah pemikiran yang keliru atau pemikiran Imanuel Kant dalam pernyataannya mengenai negara demokrasi tidak saling berperang melawan negara demokrasi.
Tanpa panjang lebar, inilah beberapa fakta mencengangkan tentang fenomena politik dunia yang terjadi setelah perang dingin (1989) yang juga memberi tamparan keras terhadap pernyataan di atas: Amerika Serikat tercatat melakukan  peperangan dengan dua Negara yang relative lebih lemah sejak akhir perang dingin, yaitu dengan Irak(1991 & 2003), Kosovo (1999), afganistan (2001), dan hampir saja menyerang Korea Utara pada tahun 1994, juga konflik India-Pakistan soal klaim atas Kashmir, kedua Negara ini juga dipersenjatai dengan senjata nuklir, serta kawasan teluk Persia yang sangat rentan dengan konflik terkait peningkatan senjata nuklir oleh Iran. Hal ini menjadi bukti nyata betapa neo-realis menjawab dengan pasti fenomena yang terjadi dalam dunia internasional, dan membuktikan bahwa anarki tetap berlaku baik abad sebelumnya sampai abad saat ini.
Realism telah mendominasi Hubungan Internasional pada berbagai tingkatan, mulai dari para mahasiswa, sarjana, dan para ilmuan hubungan internasional. Selama 40 tahun, para sarjana dan praktisi hubungan internasional telah berpikir dan bertindak dalam istilah yang simplistic, tapi sangat bermanfaat dalam menjelaskan masalah-masalah internasional, dan hampir diterima secara universal.
“Sayangnya, tidaklah masuk akal bagi negara-negara demokrasi liberal sekalipun untuk mengubah anarki” (Mearsheimer 1991: 123). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar