Realisme
Demokrasi dan pasar bebas merupakan buah
dari pemikiran liberal dalam mengupayakan sebuah jalan menuju terciptanya
perdamaian abadi (perpetual peace), Imanuel Kant dalam pemikirannya menyebutkan
bahwa perdamaian merupakan sesuatu yang tidak alami melainkan sesuatu yang di
usahakan melalui usaha manusia, Ia juga optimis akan perdamaian abadi karena
manusia memiliki akal sehat (reason) untuk memikirkan berbagai hal dalam
mencapai perdamaian abadi seperti yang telah disebutkan di atas yaitu
demokratitasi negara-negara di dunia dan pasar bebas.
Immanuel kant, melalui pengamatannya
berargument bahwa negara demokrasi tidak berperang dengan negara demokrasi
lainnya yang didasarkan atas elemen penting yang secara sistematis telah
dijelaskan oleh Michael Doyle (1983;1986).
Pertama adalah keberadaan dari negara-negara demokrasi liberal semata yang
budaya politik domestiknya berdasarkan pada penyelesaian konflik secara damai.
Negara demokrasi mendukung hubungan
internasional yang damai sebab pemerintahan yang demokratis dkendalikan oleh
warga negaranya, yang tidak akan menyarankan atau mendukung peperangan dengan
negara demokrasi lainnya. Elemen kedua adalah bahwa negara-negara demokrasi
memegang nilai-nilai moral bersama yang mengarah pada pembentukan apa yang
disebut oleh Kant “persatuan yang damai”. Akhirnya, perdamaian di antara
negara-negara demokrasi diperkuat melalui kerjasama ekonomi dan saling
ketergantungan (interdependensi),
termasuk di dalamnya keuntungan bersama dan timbal balik bagi mereka yang terlibat
dalam perdagangan dan kerjasama ekonomi internasional. (Rober Jackson dan George Sorensen 2005: 159-161)
Penjelasan di atas merupakan sedikit dari
pemikiran kaum Liberal, marilah kita alihkan pikiran kita menuju pada hal-hal faktual
yang sedang terjadi di dunia internasional saat ini apakah sudah berjalan
sesuai dengan argument kaum liberal? khusunya pemikiran Imanuel Kant menyangkut
akal sehat manusia (reason) dan
demokrasi.
Berikut adalah sebagai bahan
perbandingan yang berdasar atas filosofi tak terbantahkan dari kaum Realis.
(Thucydides, Machiavelli, Hobbes).
- Sifat
Manusia dan Akal Sehat
Berbicara
mengenai demokrasi adalah berbicara mengenai kebebasan individu dalam berbagai
hal, termasuk di dalamnya adalah perdagangan bebas yang saat ini sedang terjadi
dalam negara-negara modern.
Manusia
dan akal sehatnya sama sekali tidak dapat menciptakan kedamaian karena dalam
pemikiran Realis manusia atau individu dicirikan sebagai makhluk yang selalu
cemas akan keselamatan dirinya dalam hubungannya dengan yang lain, ingin
mengendalikan segala sesuatu, tidak ingin diambil keuntungannya dan secara
terus menerus berjuang untuk mendapatkan ‘yang terkuat’ dalam hubungannya
dengan yang lain. Kemudian hal inilah yang terus dibawa oleh individu ke dalam
level kelompok, organsasi, hingga level kehidupan bernegara.
Hans J Morgenthau…
“Anda telah salah memahami politik sebab anda telah salah memperkirakan sifat
manusia” (Waltz 1959: 40).
- Pasar
Bebas
kaum
Liberal dan kerjasama internasional dalam bentuk pasar bebas tidak dapat
menghilangkan struktur sistem internasional yang anarkhi, kaum liberal telah
mangabaikan sesuatu yang disebut oleh kaum Realis sebagai keuntungan relative (relative gain) yaitu kerjasama yang
lebih menguntungkan bagi salah satu negara. Karena ketika negara-negara
bekerjasama melalui institusi, mereka masih melakukannya atas dasar kepentingan
sendiri dan selalu mengarah pada menolong serta memelihara dirinya sendiri yang
tidak satupun negara lain akan melakukuan untuknya kecuali dirinya sendiri.
Yang
harus dan patut diketahui adalah tidak ada satupun aliran-aliran dari liberalis
dapat melakukan penipuan terhadap argument Realis. Sepanjang anarkhi berlaku,
tidak ada alasan bagi negara untuk
melepaskan diri dari menolong dirinya sendiri (self-help) dan dilemma
keamanan (security dilemma).
3. Eksistensi Realis
Lihatlah
bagaimana realis menjawab klaim endisme yang paling ekstrim yaitu sebuah frase
yang diajukan oleh Francis Fukuyama tentang berakhirnya sejarah, serta
pedamaian yang terjadi antar Negara-negara demokratis, dengan pola pikir bahwa
politik internasional akan berjalan relative aman dan damai tanpa dikejutkan
lagi oleh tragedy kemanusiaan yang diakibatkan oleh perang. Realism menjadi
teori usang dan bagi siapapun yang berpikir poitik internasional masih tetap
anarkis setelah perang dingin berlangsung adalah pemikiran yang keliru atau
pemikiran Imanuel Kant dalam pernyataannya mengenai negara demokrasi tidak
saling berperang melawan negara demokrasi.
Tanpa
panjang lebar, inilah beberapa fakta mencengangkan tentang fenomena politik dunia
yang terjadi setelah perang dingin (1989) yang juga memberi tamparan keras
terhadap pernyataan di atas: Amerika Serikat tercatat melakukan peperangan dengan dua Negara yang relative
lebih lemah sejak akhir perang dingin, yaitu dengan Irak(1991 & 2003),
Kosovo (1999), afganistan (2001), dan hampir saja menyerang Korea Utara pada
tahun 1994, juga konflik India-Pakistan soal klaim atas Kashmir, kedua Negara
ini juga dipersenjatai dengan senjata nuklir, serta kawasan teluk Persia yang
sangat rentan dengan konflik terkait peningkatan senjata nuklir oleh Iran. Hal
ini menjadi bukti nyata betapa neo-realis menjawab dengan pasti fenomena yang
terjadi dalam dunia internasional, dan membuktikan bahwa anarki tetap berlaku
baik abad sebelumnya sampai abad saat ini.
Realism
telah mendominasi Hubungan Internasional pada berbagai tingkatan, mulai dari
para mahasiswa, sarjana, dan para ilmuan hubungan internasional. Selama 40
tahun, para sarjana dan praktisi hubungan internasional telah berpikir dan
bertindak dalam istilah yang simplistic, tapi sangat bermanfaat dalam
menjelaskan masalah-masalah internasional, dan hampir diterima secara
universal.
“Sayangnya, tidaklah
masuk akal bagi negara-negara demokrasi liberal sekalipun untuk mengubah
anarki” (Mearsheimer 1991: 123).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar