SUSTAINABLE BRAIN DRAIN (migrasi intelektual)
. Brain-drain
dimaknai sebagai pola aliran perpindahan searah terhadap orang-orang
terdidik dan memiliki keahlian yang tinggi dari Negara asalnya ke Negara lain
untuk mencari pekerjaan, penghasilan, atau kehidupan yang lebih baik.[1]
KEKURANGAN
Hal
inilah yang kemudian menjadi suatu ketakutan tersendiri bagi negara asal brain
drain, mereka yang dikirim dalam rangka brain-drain ke luar negeri
akan menjadi sangat terdidik, atau bahkan mencoba bekerja di sana. Namun hal
itu, justru menjadi ketakutan dari pemerintah karena jika banyak tenaga kerja
ataupun pelajar yang keluar negeri (dan tidak berniat pulang) maka sumber daya
pembangunan di negaranya sendiri akan berkurang dan bahkan tidak ada sama
sekali.
KELEBIHAN
Bagaimanapun juga, brain-drain juga telah memberikan
kontribusi bagi negara asalnya dengan adanya devisa yang berasal dari para
tenaga kerja ahli yang sengaja mengirimkan uangnya ke keluarga di negara
asalnya. Ketika para ekspatriat pada umumnya menggunakan pembayaran tersebut
untuk mendukung keluarga mereka sendiri yang ada di sana, menghasilkan
keuntungan ekonomi yang luas meliputi hal-hal yang spesifik. Pengiriman uang,
sebagaimana ditemukan oleh Bank Dunia, membantu mengurangi kemiskinan dan
menyetarakan pendapatan. Bahkan, tingginya angka migrasi telah mengurangi biaya
perjalanan lintas negara dan memungkinkan bagi pekerja yang kurang terdidik dan
orang-orang yang kurang mampu untuk mencari kesempatan perekonomian di luar
negeri – yang tidak hanya menyetarakan kesuksesan dan kesempatan ekonomi tetapi
juga membantu untuk meniadakan efek ketidakseimbangan dari brain drain.
Hal yang mengakibatkan terjadi brain drain tenaga ahli Indonesia,
antara lain :
·
tersedianya fasilitas pendidikan, teknologi dan
penelitian yang lebih memadai di luar negeri
·
kesempatan memperoleh pekerjaan yang lebih luas
·
tradisi keilmuan dan tradisi yang tinggi (etos kerja
yang lebih menantang)
FAKTOR PENDORONG
Pertama,
konsep migrasi internasional mengandung makna pergerakan manusia yang melewati
batas-batas negara (internasional). Dari konsep ini ada beberapa elemen penting
yang perlu dicermati. Pertama, konsep negara bangsa (nation state). fungsi
negara yang membuat aturan tentang lalu lintas manusia yang melewati batas
negaranya. Peraturan itu diimplementasikan dalam hukum keimigrasian dan hukum
kewarganegaraan.
Kedua, manusia yang melakukan perjalanan
lintas negara.
Ketiga, mencari kehidupan yang lebih
baik.
Dampak Brain Drain
Dampak
Negatif
Mengenai diaspora manusia terdidik
Indonesia, berbagai data menunjukkan migrasi pekerja terampil (skilled workers)
dari Indonesia ke negara-negara lain cenderung meningkat sejak dekade 1990-an.
Meskipun angka brain drain disebutkan hanya sekitar 5 persen, angka itu sangat
berarti bagi Indonesia yang pemerintahnya sampai sekarang baru mampu
menyisihkan 7-9 persen dari produk domestik bruto untuk anggaran pendidikan.
Artinya, apa yang sudah
diinvestasikan dengan mahal oleh masyarakat atau bangsa ini, yang menikmati
akhirnya justru negara lain, terutama negara-negara maju yang mampu menawarkan
peluang, tantangan, atau jaminan kesejahteraan yang lebih baik dibandingkan
dengan Indonesia.
Dampak
Positif
Fenomena “Brain Drain” ini
mengandung suatu sisi positif sebagaimana yang diajukan oleh Maurice Schiff.
Sisi positif tersebut adalah bahwa “Brain Drain” dapat memicu “Brain Gain”
(kebalikan dari “Brain Drain”) di dalam negeri. Dalam pandangannya, “Brain
Drain” akan menimbulkan persepsi di kalangan calon tenaga kerja bahwa untuk
bisa mendapatkan pekerjaan di negara maju (dan mendapat gaji besar), mereka
harus memiliki basis pengetahuan yang tinggi.
Hal ini akan menimbulkan besarnya tuntutan terhadap institusi pendidikan yang bisa memberikan pengetahuan yang berkualitas. Di bawah hukum kapitalisme pasar, institusi-institusi pendidikan tersebut akan berlomba-lomba (baca: berkompetisi) memperbaiki kualitasnya, baik dalam hal substansi maupun fasilitas. Hasilnya, kualitas pendidikan di dalam negeri pun bisa senantiasa meningkat.[2]
Mengubah Brain Drain menjadi Brain
Gain
Salah satu negara yang berhasil
mengubah brain darin menjadi sebuah keuntungan negaranya adalah India. Di
India, bahkan short-term returnees pun luar biasa berperan pada kemajuan yang
dicapai India di bidang ekonomi dan iptek dewasa ini. Di India ada yang disebut
program Transfer of Knowledge Through Expatriate Nationals (TOKTEN), yang
terbukti mampu menjadi jembatan ampuh transfer teknologi dari negara-negara
maju ke India sehingga India dewasa ini semakin dikenal sebagai gudangnya ahli
IT dan tenaga profesional dunia.
Mereka bukan hanya membawa transfer
teknologi dan pengetahuan, tetapi juga budaya kerja yang efisien dan kompetitif
yang membuat negara-negara maju selama ini mampu tampil unggul dalam kancah
percaturan dunia.
KESIMPULAN
Fenomena brain drain yang merugikan
negara berkembang hanya bisa dibalikkan jika para technical experts itu mau
kembali ke negara asal, dengan membawa serta pengetahuan dan teknologi baru
yang mereka dapat selama mereka hidup di luar negeri.Dengan begitu, akan
terjadi transfer pengetahuan dan teknologi seperti diharapkan. Ini penting
karena pada era globalisasi, siapa yang menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi, dia yang akan mendapatkan pangsa pasar.
Hanya saja diakui, dampak positif
transfer teknologi melalui migrasi biasanya baru bisa dirasakan jika kepulangan
para migran itu terjadi dalam jumlah besar, seperti di India. Kepulangan itu
sifatnya bisa permanen (permanent returnees), tetapi bisa juga hanya untuk
jangka pendek (short-term returnees)
Untuk merangsang para diaspora
secara suka rela pulang atau ikut berpartisipasi dalam membangun negeri
asalnya, pemerintah harus agresif, seperti di India. Kuncinya di sini adalah
bagaimana menjaga agar diaspora India di berbagai negara tetap memiliki ikatan
kuat dengan keluarga, masyarakat, atau negara asalnya. Ini seharusnya juga bisa
dilakukan Indonesia[3]
Peran Pemerintah
Oleh karenanya, pemerintah tidak seharusnya tinggal diam sambil menyaksikan perlombaan (baca: kompetisi) di antara institusi pendidikan ini, melainkan turut aktif memantau dan menciptakan kondisi yang bagus untuk persaingan ini. Partisipasi aktif tersebut bisa dengan memberikan penghargaan-penghargaan kenegaraan bagi institusi pendidikan yang mampu menorehkan prestasi; bisa juga dengan mengadakan kontak kerja sama dengan negara-negara maju di bidang pendidikan. Untuk menjaga keseimbangan antara institusi pendidikan bonafide dengan yang “biasa saja”, pemerintah dapat menjembataninya dengan memberikan subsidi.
Di sisi lain, pemerintah juga harus terlibat secara moril. Akan mubazir apabila setelah tenaga kerja memiliki cukup bekal pengetahuan, akhirnya mereka “lari” ke negara maju karena permasalahan-permasalahan sosial-politik. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah, pemerintah harus mampu meningkatkan kadar nasionalisme lewat komunikasi politik. Bagaimanapun juga hal ini, walaupun terkesan utopis, telah menjadi faktor signifikan yang mendasari diaspora India dan Taiwan untuk bersumbangsih pada negaranya.[4]
Oleh karenanya, pemerintah tidak seharusnya tinggal diam sambil menyaksikan perlombaan (baca: kompetisi) di antara institusi pendidikan ini, melainkan turut aktif memantau dan menciptakan kondisi yang bagus untuk persaingan ini. Partisipasi aktif tersebut bisa dengan memberikan penghargaan-penghargaan kenegaraan bagi institusi pendidikan yang mampu menorehkan prestasi; bisa juga dengan mengadakan kontak kerja sama dengan negara-negara maju di bidang pendidikan. Untuk menjaga keseimbangan antara institusi pendidikan bonafide dengan yang “biasa saja”, pemerintah dapat menjembataninya dengan memberikan subsidi.
Di sisi lain, pemerintah juga harus terlibat secara moril. Akan mubazir apabila setelah tenaga kerja memiliki cukup bekal pengetahuan, akhirnya mereka “lari” ke negara maju karena permasalahan-permasalahan sosial-politik. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah, pemerintah harus mampu meningkatkan kadar nasionalisme lewat komunikasi politik. Bagaimanapun juga hal ini, walaupun terkesan utopis, telah menjadi faktor signifikan yang mendasari diaspora India dan Taiwan untuk bersumbangsih pada negaranya.[4]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar