Rabu, 02 Februari 2011

Inilah Dunia Realis


NEO-REALISME
Hans J Morgenthau… “Anda telah salah memahami politik sebab anda telah salah memperkirakan sifat manusia” (Waltz 1959: 40).
Kritik Terhadap Liberalisme
Jika anda beranggapan bahwa dengan terwujudnya  pasar bebas dan demokrasi maka perdamaian akan terjadi dan perang dapat terhindarkan seperti apa yang dipercayai oleh kaum Liberal, anda sedang berada dalam masalah pemahaman seperti apa yang tertulis di atas, kaum Liberal dan kerjasama internasional dalam bentuk pasar bebas tidak dapat menghilangkan struktur sistem internasional yang anarkhi, kaum liberal telah mangabaikan sesuatu yang disebut oleh kaum Neo-realis sebagai keuntungan relative (relative gain) yaitu kerjasama yang lebih menguntungkan bagi salah satu negara. Karena ketika negara-negara bekerjasama melalui institusi, mereka masih melakukannya atas dasar kepentingan sendiri dan selalu mengarah pada menolong serta memelihara dirinya sendiri yang tidak satupun negara lain akan melakukuan untuknya kecuali dirinya sendiri.
Yang harus dan patut diketahui adalah tidak ada satupun aliran-aliran dari liberalis dapat melakukan penipuan terhadap argument Neo-realis tentang struktur system internasional yang anarkhi. Sepanjang anarkhi berlaku, tidak ada alsan bagi negara untuk  melepaskan diri dari menolong dirinya sendiri (self-help) dan dilemma keamanan (security dilemma).
“Sayangnya, tidaklah masuk akal bagi negara-negara demokrasi liberal sekalipun untuk mengubah anarki” (Mearsheimer 1991: 123).

Sedikit Perbedaaan Dengan Realisme
Menolak pendekatan yang dilakukan realis bahwa manusia pada dasarnya adalah jahat, bagi kaum neo-realis, manusia pada hakekatnya adalah baik dan faktor struktur system atau lingkungan yang merubah manusia menjadi jahat. Dapat dikatakan focus dari neo-realis adalah terhadap struktur system bukan pada manusia yang yang menciptakan system atau mengoperasikan system. Keluar dari perbedaan tersebut, Neo-Realis hingga sekarang masih  berada tepat dibawah realis, artinya adalah kedua paham ini tidak terpisahkan.

Keseimbangan Kekuatan (Konsep Bipolar)
Terkait dengan masalah perdamaian dan perang, neo-realis mempunyai cara sendiri dengan menawarkan sebuah konsep sistem, dimana dalam dunia internasional yang anarki diperlukan kekuatan yang besar dan mampu memelihara serta mengontrol system yang anarki.
Kenneth Waltz (1979) seorang Pemikir neo-realis paling terkemuka dan tidak diragukan lagi, memberi gambaran terhadap system bipolar yang terjadi semasa perang dingin. Yang terjadi saat itu adalah perang kekuatan antara dua Negara yang menjadi polar Amerika dan Uni-soviet, keadaan seperti inilah yang dimaksud sebagai keadaan damai yang tidak terlepas dari situasi konfliktual.
Waltz lebih menganggap bahwa sistem bipolar lebih menjamin keamanan dunia dibandingkan dengan sistem multipolar. Sekali lagi, konsep perimbangan kekuatan menjadi fokus utama bagi konsep perdamaian dunia versi Waltz.
Dijelaskan oleh Tim Dunne dan Brian C Shmidt bahwa :
"Waltz menganggap bahwa negara-negara, khusunya Negara Negara adidaya, memiliki kesensitifan pada kapabilitas dari negara-negara lain"
Kemudian dikutip oleh Robert Jackson dan George Soerensen dari Theory of International Politic, Kenneth Waltz, mengenai keyakinannya pada sistem bipolar dibanding sistem multi polar :
"Hanya dengan dua negara berkekuatan besar, keduanya dapat di harapkan bertindak untuk memelihara sistem"
 Tetap Meyakinkan Meski Perang Dingin Telah Berakhir
Berakhirnya perang dingin pada tahun 1989, menandai berubahnya system bipolar menjadi mutipolar dan keadaan ini dimanfaatkan oleh beberapa kalangan untuk kembali mencoba melawan  konsep neo-realis ini dengan beranggapan bahwa perdamaian akan terjadi era pasca perang dingin ternyata tidak sesuai dengan apa yang mereka (kaum endisme) inginkan.
Lihatlah bagaimana realis menjawab klaim endisme yang paling ekstrim yaitu sebuah frase yang diajukan oleh Francis Fukuyama tentang berakhirnya sejarah, serta pedamaian yang terjadi antar Negara-negara demokratis, dengan pola pikir bahwa politik internasional akan berjalan relative aman dan damai tanpa dikejutkan lagi oleh tragedy kemanusiaan yang diakibatkan oleh perang. Realism menjadi teori usang dan bagi siapapun yang berpikir poitik internasional masih tetap anarkis setelah perang dingin berlangsung adalah pemikiran yang keliru.
Tanpa panjang lebar, inilah beberapa fakta mencengangkan tentang fenomena politik dunai yang terjadi setelah perang dingin (1989) yang juga memberi tamparan keras terhadap kaum endisme: Amerika Serikat tercatat melakukan  peperangan dengan dua Negara yang relative lebih lemah sejak akhir perang dingin, yaitu dengan Irak(1991 & 2003), Kosovo (1999), afganistan (2001), dan hampir saja menyerang Korea Utara pada tahun 1994, juga konflik India-Pakistan soal klaim atas Kashmir, kedua Negara ini juga dipersenjatai dengan senjata nuklir, serta kawasan teluk Persia yang sangat rentan dengan konflik terkait peningkatan senjata nuklir oleh Iran. Hal ini menjadi bukti nyata betapa neo-realis menjawab dengan pasti fenomena yang terjadi dalam dunia internasional, dan membuktikan bahwa anarki tetap berlaku baik abad sebelumnya sampai abad saat ini.
Realism telah mendominasi Hubungan Internasional pada berbagai tingkatan, mulai dari para mahasiswa, sarjana, dan para ilmuan hubungan internasional. Selama 40 tahun, para sarjana dan praktisi hubungan internasionaltelah berpikir dan bertindak dalam istilah yang simplistic, tapi sangat bermanfaat dalam menjelaskan masalah-masalah internasional, dan hampir diterima secara universal yaitu perang dingin.
Dengan ini anda sudah seharusnya berhenti bermimpi dan kembali menatap fenomena dunia internasional yang sedang terjadi, sementara itu apakah anda masih mempunyai alasan untuk menyangkal argument Neo-Realis tentang sruktur system internasional yang anarki? Sekian dan terima kasih.

REFERENSI:
Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar